Soto Betawi

Sudah sewajarnya kalau cerita pertama saya adalah mengenai soto betawi, websitenya aja sotobetawi.com! Soto betawi adalah salah satu makanan asli betawi yang mendapat tempat istimewa di keluarga kami. Sepengetahuan saya, kakek sayapun suka soto betawi, ayah ibu saya dan juga sanak saudara yang lain juga sangat menyukai soto betawi. Istri saya yang bukan asli Jakarta pun menyukai dan bahkan di sini istri saya bisa memasak soto betawi tanpa paru dan usus. Paru dan usus nggak begitu mudah mendapatkannya di sini.

Satu warung soto betawi yang mendapat tempat istimewa di keluarga saya dan mungkin di banyak keluarga di Jatinegara adalah warung soto betawi Bang Mus. Saya masih ingat waktu awalnya mulai makan di warung ini, dulu tempatnya ada di los stasiun Jatinegara, mungkin sebelum tahun 1970? Kami berjalan kaki saja untuk makan di warung ini, dekat sekali sih dengan rumah kami. Sejak itu warung ini pindah beberapa kali ke tempat lain, nggak pernah luput dari incaran saya. Sampai sekarang kalau saya pulang ke Indonesia pasti mampir atau paling tidak ada yang membelikan untuk saya. Memang makan di tempat atau di bawa pulang lain rasanya.

Cara yang biasa dilakuk.an orang adalah masuk dan duduk, tinggal pesan kepada salah satu anak Bang Mus yang membantunya. Isi apa sotonya dan mau minum apa? Dulu semasa hidupnya Bang Mus adalah penjual yang sangat rapih. Es teh yang datang pastilah dengan tatakan dan tutupnya.

Setiap datang saya pasti melihat dulu “etalase” soto betawi. Pilihan saya selalu itu itu saja, daging, babat jarit atau juga babat handuk, usus atau iso. Parunya biasanya garing, dan selalu termasuk menu pesanan saya, dan sejak remaja saya selalu pesan satu setengah porsi! Semua bahan nggak ada yang terlalu empuk, saya sering makan soto betawi di tempat lain yang babat atau ususnya terlalu empuk, kurang membal kalau di gigit, seperti kita makan agar agar keras saja. Buat saya daging di sini sangat cocok, enak digigitnya. Sejak jaman ayahnya Bang Mus yaitu Bang Dul puluhan tahun yang lalu sebagian dari isi dari soto digoreng terlebih dahulu.

Sambil memotong motong “Bang Mus” sering bercanda dengan saya, saya selalu menggoda kalau sotonya enak karena kayu talenan pastilah masuk ke soto. Bayangkan talenan yang tebal lama kelamaan menjadi cedok karena selalu memotong daging di tempat yang sama, kan pastilah masuk ke soto? Sangatlah menarik melihat Bang Mus memotong motong daging, apalagi kalau memotong paru gorengnya. Setiap potongan paru membuat suara krekesss, menandakan parunya garing! Tidak ada potongan yang sama besarnya, ini yang membuat setiap suapan berbeda rasanya.

Setelah potongan potongan ditaruh dalam mangkok, kemudian dikasih bumbu seperti, garam, potongan daun bawang, kucuran jeruk limau, bumbu kacang, kecap dan bawang goreng, kemudian dikasih kuah yang masih panas. Sebelum diambil kuah panasnya selalu di aduk aduk dulu di panci yang cukup besarnya dan masih di atas api. Soto yang masih mengepul di taruh di depan kita dengan sepiring nasi putih yang dikasih bawang goreng diatasnya. Kalau kita memesan emping goreng, maka si emping akan datang di piring kecil dengan di bumbuin saus kacang dan kecap manis. Di atas meja pasti ada sambal yang warnanya hijau, dan juga acar bawang dan timun. Kalau saya selalu minta tambahan daun bawang dan bawang goreng yang ditaruh diatas tempat kecil.

Nasi putih yang sudah ditaburi bawang goreng ditengahnya, saya kucurin kecap manis. Pertama tama kita sendok kuahnya, sambil dirasakan rasa asli soto Bang Mus. Santannya tidak terlalu kental tatpi cukup membuat wanginya ada. Semua rasa ada dan tidak medok, warnanya putih agak coklat dengan ada potongan paru yang mengambang di atas didampingi dengan bawang goreng. Yang aneh buat saya kalau saya makan di sini setelah beberapa hari sebelumnya makan di warung soto yang lain maka rasanya seperti hilang, tapi kita pergi makan lagi ditempat lain sekali lagi dan balik lagi ke sini barulah bisa menghagai rasa soto Bang Mus yang halus. Yang pasti nggak pakai susu dan nggak ada tomat atau kentangnya di mangkok, jadi benar benar berasa makan soto betawi.

Biasanya setelah suapan pertama maka akan saya tambah sedikit kecap manis dan mulai makan dengan nasi putih. Setiap sendok kita pasti menebak nebak apa yang saya dapat? Dari mangkok kita taruh ke atas nasih putih dan di suap bersama sama nasi. Paru yang masih terasa garingnya masuk bersama dengan kuah yang nikmat rasanya. Ada krekes, dan ada kuah, tambah lagi dengan nasi putih. Sambil dikunyah kita comot emping goreng dengan saos kacangnya. Tak terasa nasi putih, sudah harus tambah lagi! Ini sudah jadi kebiasaan saya, satu setengah porsi soto dengan dua piring nasi dan dua piring emping, satu gelas es teh. Tidak akan lebih dari dua minggu saya pasti sudah ada di warung soto ini, kadang kadang seminggu bisa beberapa kali.

Enggak heran deh Bang Mus dan anak anaknya kenal sekali dengan saya, mereka sudah tahu apa kesukaan saya, kadang kadang saya baru datang Bang Mus sudah bilang ” waaah parunya udah abis nih ” Warung ini buka sejak jam delapan pagi dan kira kira jam sepuluhan sudah nggak komplit lagi, bulan puasa libur.

Teman teman saya sering membawa saya untuk mencoba soto betawi lainnya seperti Bang Husin di minangkabau, Bang Tata di taman sari VIII, Pak Maruf di TIM, Soto betawi pondok pinang, Soto jl raya serpong. RM soto betawi di Fatmawati, Kp Melayu, Otista, Jembatan Cawang, Roxy, Slipi, Petamburan dan tempat lainnya. Saya selalu kembali lagi ke Soto Betawi Bang Mus.

Update 25 Februari  2009, Jakarta

Kemarin saya ada kesempatan untuk makan ke Soto Betawi Bang Mus….. sekali lagi saya yakin kalau Bang Mus adalah Soto Betawi yang paling cocok buat saya. Dan pada kesempatan ini, saya bisa membuat beberapa foto …

This entry was posted in Makan and tagged , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *